Selasa, 20 Oktober 2015

SEJARAH STAND UP COMEDY DI INDONESIA


Kadir pelawak senior jebolan Srimulat pernah bertanya kepada saya Wel, apa bedanya lawak dan stand up comedy? Kok saya nggak menemukan bedanya? Sama saja!

Ini pertanyaan yang seringkali saya terima. Saya rasa wajar jika pertanyaan ini muncul karena stand up comedy baru sekitar dua tahun ini populer di masyarakat Indonesia meskipun saya sudah mensosialisasikan sejak tahun 1998. Mungkin pertanyaan ini muncul karena masyarakat melihat penampilan beberapa stand up comedian di Indonesia tidak berbeda dengan penampilan pelawak.

Dalam buku MotivAction: Mimpi atau Mati! saya menyebutkan antara pelawak dan stand up comedian bisa dikatakan serupa tetapi tidak sama. Lawak merupakan akar komedi asli Indonesia yang dirintis oleh pelawak-pelawak terdahulu, sedangkan stand up comedian dapat dikatakan sebagai komedi impor.

Sebelum kita melihat sejarah stand up comedy di Indonesia kita tengok sejenak sejarah stand up comedy dari negeri asalnya Amerika Serikat. Ada perbedaan pendapat mengenai kapan istilah stand up comedy mulai digunakan. Ada yang menyebut tahun 50-an ada juga yang mengatakan tahun 60-an.

Dalam tulisannya The History Of Comedy: The First Stand Up, komedian Jim Mendrinos menyebutkan istilah stand up comedy dikenalkan tahun 1966 mengacu pada the Oxford English Dictionary dan Webster’s Collegiate Dictionary. Andrea Shannon Prussing-Hollowell dari Georgia State University dalam makalahnya Standup Comedy as Artistic Expression: Lenny Bruce, the 1950s, and American Humor menyebutkan stand up comedy sudah dikenal sejak tahun 50-an. Hollowell menulis sejumlah nama yang bersinggung dengan stand up comedy di 50-an seperti Jack Benny, Fred Allen, and Bob Hope.

Ternyata pada era yang sama dengan Jack Benny, Fred Allen dan Bob Hope, Di Jakarta (Indonesia) tahun 50-an mulai muncul pelawak tunggal. Tahun 1953 Bing Slamet berhasil menjadi juara lomba lawak tunggal. Ini menunjukan sudah mulai banyak pelawak-pelawak tunggal bermunculan sehingga tahun 1953 bisa diadakan lomba lawak tunggal. Trend lawak tunggal merambah ke kota lain. Tahun 1957 Eddy Sud, S Bagyo dan Iskak menjadi  juara lomba lawak tunggal di Yogyakarta. Dari kota kembang Bandung muncul pelawak Us Us yang kemudian hari dijuluki sebagai Jerry Lewis Indonesia.

Entah kenapa sebabnya Bing Slamet tahun 1958 memutuskan meninggal lawak tunggal dengan membentuk grup lawak Trio Los Gilos bersama Mang Cepot dan Mang Udel. Duet Mang Cepot dan Mang Udel sudah dikenal sejak tahun 1951 lewat siaran humor mereka di RRI. Trio Los Gilos inilah yang bisa disebut sebagai akar lawakan modern di Indonesia. Kehadiran dan popularitas Los Gilos, memancing para pelawak tunggal seperti Eddy Sud, S Bagyo dan Iskak membentuk grup lawak EBI. Akhir 50-an era pelawak tunggal mulai hilang digantikan era grup lawak trio yang bertahan hingga akhir tahun 60-an.

Era grup lawak kwartet dimulai tahun 1967 dengan terbentuknya Kwartet Kita yang beranggotakan Eddy Sud, Bing Slamet, Ateng dan Iskak. Kwartet Kita berubah nama menjadi kwartet Jayakarta, kemudian lebih dikenal dengan nama Kwartet Jaya. Pada era ini bermunculan grup lawak yang beranggota empat orang seperti S Bagyo CS  yang beranggotakan S Bagyo, Darto Helm, Diran, Sol Soleh. Ada juga Surya Grup  dengan formasi Jalal, Herry Koko, Susi Sunaryo, Prapto. Serta grup lawak lainnya.

Selain nama-nama pelawak yang telah disebutkan sebelumnya, ada sebuah nama yang tidak bisa lepas dalam sejarah dunia lawak Indonesia yaitu Kris Biantoro. Kemampuannya memainkan lelucon membuat Kris Biantoro juga disebut-sebut sebagai pelawak tunggal generasi awal. Kris Biantoro sempat menjadi additional player grup lawak Kwartet Jaya menggantikan Bing Slamet yang beristirahat karena sakit hingga Bing Slamet wafat. Kemudian hari Kris Biantoro lebih banyak berkiprah sebagai penyanyi dan pembawa acara disamping main dalam sejumlah film. Kris Biantoro pula yang mengusulkan nama grup lawak Bagito kepada Mi’ing dan kawan-kawan yang berarti bagi roto (bagi rata).

Ada juga nama Benyamin S. Meskipun Benyamin lebih fokus menjadi penyanyi lagu-lagu betawi dan main film, kemampuan Benyamin sebagai pelawak tunggal tidak diragukan lagi. Benyamin memiliki warna sendiri. Hingga akhir hayatnya Benyamin tidak pernah tercatat bergabung secara permanen dengan sebuah grup lawak. Benyamin lebih suka menyebut dirinya sebagai pelawak lepas. Artinya dia bisa bermain dengan grup lawak manapun tanpa terikat. Benyamin mengeluarkan beberapa kaset lawak bersama Eddy Sud dan Srimulat.

Us Us dapat disebut sebagai pelawak yang cukup lama bertahan sebagai pelawak tunggal. Tahun 70-an Us Us pun akhirnya mengikuti jejak pelawak tunggal lain untuk membentuk grup lawak. Us Us mendirikan grup lawak D’Bodors bersama Sup Yusup dan Rudi Djamil. Formasi grup ini berubah pada tahun 1983 ketika posisi Sup Yusup dan Rudi Djamil digantikan oleh Yan Asmi dan Kusye.

Era 70-an trend lawak tunggal kembali dihidupkan dengan munculnya berbagai lomba lawak tunggal. Lomba ini memunculkan nama Otong Lenon dan Memet Mini. Tahun 80-an lomba lawak tunggal juga sering diadakan. Nama-nama yang muncul di era ini seperti Komar, Atet Zakaria, Ali Nurdin, dan Otong Lalo.

Menurut saya lomba lawak tunggal pada masa ini, oleh pelawak sering dijadikan sebagai ajang untuk mencari teman untuk membentuk grup lawak. Juara-juara lomba lawak tunggal era 70-an dan 80-an pada akhirnya banyak membentuk grup lawak. Memet Mini sempat membentuk grup lawak Billy bersama Atet Zakaria dan Jack John. Komar bersama Ogut, Kimung dan Firman membentuk Tom Tam grup. Ali Nurdin bergabung dengan Doyok Grup. Otong Lalo membentuk grup lawak Jali-Jali bersama Yanto Stuck On You, Cacan dan Bonang. Otong Lenon sempat membentuk Trio Semekot. Tiga orang personil grup lawak Sersan Prambors adalah alumni lomba lawak tunggal yaitu Pepeng, Khrisna Purwana dan Nana Krip.

Saya menilai pelawak-pelawak tunggal yang kemudian harus membuat grup di era itu karena kurangnya ruang bagi pelawak tunggal untuk tampil. Slot lawak yang disediakan oleh TVRI lebih ditujukan untuk grup lawak. Acara-acara panggung juga lebih membuka kesempatan kepada grup lawak. Disamping itu kebiasaan penonton yang sudah terbiasa melihat acara komedi ditampilkan secara berkelompok. Seperti ludruk, ketoprak, lenong dan Srimulat yang dimainkan oleh sekumpulan pemain.
Saya sendiri juga terjebak bertahun-tahun pada kondisi ini. Ketika merantau ke Jakarta tahun 1989 target pertama saya adalah membentuk grup lawak. Kondisi ini saya jalani bertahun-tahun. Dari tahun 1989 hingga tahun 1997 waktu saya habis hanya untuk membentuk grup lawak. Bukanlah pekerjaan mudah untuk menemukan pelawak lain yang memiliki visi dan misi yang sama dalam membentuk sebuah grup lawak.

Tahun 1997 Setelah menonton film dokumenter tentang Bob Hope dan menyaksikan sitkom Seinfeld, saya memutuskan untuk bersolo karir sebagai pelawak tunggal. Dalam buku Motivaction: Mimpi atau Mati! saya menulis tahun 1998 rekan saya Diaz Hendropriyono yang sekolah di Amerika yang memperkenalkan istilah stand up comedy kepada saya. Sejak tahun 1998 itulah secara resmi dikartu nama saya tulis profesi: stand up comedian.

Memperkenalkan stand up comedy pada saat itu bukanlah perkara yang mudah. Hingga akhirnya tahun 2004 saya mempunyai ide untuk membuat pementasan stand up comedy pertama di Indonesia. Tujuannya agar bisa diliput oleh media massa, sehingga masyarakat lebih paham mengenai stand up comedy. 6 Maret 2004 saya dengan modal nekat dan tekat saya melakukan pementasan stand up comedy di Gedung Kesenian Jakarta. Pementasan inilah yang kemudian menghantarkan saya untuk melakukan stand up comedy di sejumlah tv nasional seperti acara Jayuz Pliss Dong Ah TV7 (sekarang Trans7) dan Bincang Bintang RCTI.

Disisi lain, Ramon Papana pemilik comedy café juga aktif mempopulerkan stand up comedy dengan membuka workshop mengenai stand up comedy serta rutin mengadakan open mic di comedy café. Ramon pula yang mencetuskan ide untuk merekam sejumlah penampilan stand up comedian dalam open mic di comedy cafe untuk di unggah di youtube. Ini memberikan dampak positif dalam perkembangan stand up comedy di tanah air.

Pandji Pragiwaksono dan Raditya Dika adalah orang yang berperan membuat stand up comedy menjadi sangat populer saat ini. Open mic yang mereka lakukan di comedy café  13 Juli 2011 diunggah ke youtube dan mendapatkan respon yang sangat luar biasa. Momentum ini dibaca oleh Metro TV dan Kompas TV. Sejak saat itu komunitas-komunitas stand up comedy bermunculan di seluruh penjuru nusantara.

Menjawab pertanyaan diawal tulisan, apa bedanya stand up comedy dengan lawak tunggal? Secara format tidak ada bedanya. Sama-sama dimainkan oleh satu orang. Bedanya, melawak itu bisa lebih bebas, tidak terpaku dalam sebuah pakem. Materi yang dibicarakan bentuknya bebas asalkan lucu. Boleh cerita fiksi yang berpanjang-panjang. Misalnya pelawak menceritakan tentang pengalaman menolong bapaknya yang kecebur sumur. Cerita itu fiksi semata, kemudian dalam menceritakannya disertai dengan bumbu-bumbu lucu supaya seru. Itulah lawak.

Sedangkan stand up comedy memiliki berbagai pakem yang telah disepakati. Seperti adanya set up dan punchline. Set up yang nggak boleh bertele-tele. Jika set up terlalu panjang maka kemudian akan dikategorikan sebagai story telling. Topik yang dibicarakan dalam stand up comedy adalah nyata bukan fiksi. Bukan berarti nggak boleh membicarakan tokoh fiksi. Seorang stand up comedian harus memiliki point of view terhadap sebuah hal yang terjadi. Misalnya seorang stand up comedian akan membicarakan tentang film Superman (Man of Steel)

“Saya kalau kecopetan nggak bakalan mau ditolong sama superman” (set up)
“Isi dompet nggak seberapa, nanti gedung hancur bisa sepuluh” (punchline)


Stand up comedian yang menjadikan headline atau berita surat kabar sebagai set up maka dia disebut memiliki gaya topical seperti Jay Leno. Jika dia menjadikan pengamatan sehari-hari sebagai set up maka dia disebut bergaya observational seperti Jerry Seinfeld.  Stand up comedian yang suka menirukan gaya bicara dan gerak tubuh  tokoh terkenal atau selebriti maka dia disebut bergaya impressionist, seperti yang sering dilakukan Jimmy Fallon.


Iwel Sastra bersama pemilik Comedy Cafe Ramon Papana

2 komentar: