Kamis, 22 Oktober 2015
Asep Suaji: Aku Tidak Mirip Chris John, Dia yang Mirip Aku
Seiring dengan popularitas komedi tunggal (stand-up comedy) yang semakin ramai dibicarakan, nama Asep Suaji pun ikut melejit. Wajah komik — sebutan untuk para pelaku komedi ini — memang lucu dan mendukung materi lelucon yang dia lontarkan.
Pada Senin (16/1) sore, Asep datang bersama Luqman Baehaqi ke kantor Yahoo! Indonesia. Selain melakukan stand-up comedy, Yahoo! OMG! juga sempat berbincang dengan Asep. Sebenarnya apa yang membedakan komedi tunggal dengan komedi jenis lain?
Latar belakang kamu apa sih?
Kerjaan aku terakhir di teknologi informasi. Sekitar enam tahun di sana. Sekitar bulan April aku sudah berhenti. Aku ingin fokus di komedi tunggal. Bukan karena merasa jago, tapi justru ingin mendalami.
Bagaimana awalnya bisa berkecimpung di komedi tunggal?
Pertama karena hobi. Sekitar 2008 aku nonton stand-up comedy di YouTube, kemudian suka dan menjadi penikmatnya. Aku menemukan kafe yang ada “open mic” [sesi bebas tampil]. Sekitar bulan Juli, ada audisi Kompas, aku ikut, kemudian lolos.
Kenapa memilih komedi tunggal?
Ada sesuatu yang membuat aku tertarik. Waktu nonton di YouTube, materi mereka bagus, berbobot, dan membuat kita semua sadar fenomena sekitar. Di Amerika, yang didengarkan orang hanya dua. Yang pertama pidato bagus dari presiden, dan yang kedua komedi tunggal. Di sana, penontonnya bisa satu stadion.
Ada tokoh komedi tunggal favorit kamu?
Aku suka Chris Rock. Materinya berisi, sangat lucu. Dia juga suka membawakan materi tentang kondisi sosial Amerika, seperti saat pemilihan Obama. Itu lucu sekali.
Biasanya kamu punya ide materi dari mana?
Terus terang, kalau materi aku tentang sosial belum banyak. Aku biasanya tentang kehidupan pribadi saja. Sebenarnya aku juga ingin seperti Chris Rock, tapi ya masih belajar.
Teknik belajar komedi ini seperti apa sih?
Jadi kami berkumpul, berbagi pengalaman. “Lo sudah pernah tonton si ini belum? Bagus tuh.” Kalau di Canda Comedy CafĂ© juga begitu. Kita disuruh tampil, terus dinilai.
Ada standar penilaian untuk seorang comic?
Ada yang namanya LPM [laugh per minute, jumlah tawa per menit]. Kalau LPM-nya tinggi, itu ukuran. Canda kamu juga harus diingat orang. “O iya ya, tadi benar juga ya..” Seperti itulah.
Sempat minder?
Wah dulu aku parah banget saat pertama kali. Banyak yang nggak peduli. Tapi karena suka, tapi ya aku terus saja. Sekarang sih sudah tidak terlalu minder, tapi ya terus belajar. Masih dangkal ilmunya.
Kira-kira bagaimana masa depan komedi tunggal? Atau jangan-jangan hanya jadi tren saja?
Cerah sih. Kami sudah meletakkan batu pertama untuk jenis komedi yang berbeda. Semoga semakin lama semakin banyak pelaku komedi tunggal yang lain. Saat ini ada sekitar 45 komunitas komik di Indonesia.
Apa sih ciri khas komedi tunggal?
Jenis komedi ini sangat orisinal. Jadi seorang komik hanya boleh membawakan materi hasil karyanya. Kalau dia sampai membawakan materi dari komik lainnya, itu sama saja seperti plagiarisme. Itu sangat tidak baik.
Misalkan Robbin Williams membawakan materi komedi tunggal aku, dia akan dipandang tidak baik oleh komik yang lain. Materinya itu eksklusif. Setiap komik harus berbeda materi.
Ada yang namanya joke telling. Itu kamu bisa ambil materi dari Internet, kemudian diceritakan ulang ke penonton. Komedi tunggal tidak seperti itu. Materinya harus berdasarkan sudut pandang pribadi dan pengalaman pribadi. Bisa dikategorikan sebagai kebebasan berpendapat sih.
Kalau ada teman kamu cerita ke kamu, terus cerita itu jadi materi pertunjukan, bisa nggak?
Oh bisa. Tapi ditambahkan, “Gue punya teman nih. Dia … bla bla bla..”, gitu.
Kamu suka lupa materi ya?
Pasti! Aku tuh dikenal sebagai komik yang suka nge-blank. Tapi itu jadi semacam ciri khas aku. Kata orang-orang sih aku lucu kalau aku lucu.
Ada yang pernah bilang kamu mirip Chris John nggak?
Banyak sekali! Tapi sebenarnya aku nggak mirip Chris John. Justru dia yang mirip aku.
Kalau diajak main film?
Mau banget. Aku itu pecinta film, kalau disuruh ikut main, tidak akan menolak.
Susah tidak jadi seorang komik?
Tidak sih. Ini kan bisa dipelajari, banyak bukunya. Menurut aku setiap orang bisa kok. Hanya tinggal menentukan set up [jalan cerita] dan punch [kata-kata yang bikin orang tertawa]. Tapi ya kebanyakan orang suka malu di depan umum.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar